Thursday, April 26, 2012

Rindu yang berjarak?


Di kereta itu....


Tembok tinggi rasanya berdiri kokoh memberikan jarak antara kita sepanjang jalur kereta api Jakarta-Jogjakarta. Perlukah aku yang mencairkan suasana? Ah tidak rasanya, aku ingat semuanya. Aku tak perlu memberikan ruang yang tak pernah kamu berikan selama aku bertanya-tanya dalam keegoisanku yang memaksa sebuah penjelasan 'tak berarti' bagimu dulu.

Detik ke detik. Menit ke menit. Jam ke jam. Aku menunggu satu kata sampai beberapa kalimat yang aku rancang dipikiranku keluar dari mulutmu. Tapi rasanya aku terlalu berharap besar, karena seharusnya aku tahu diri dengan sikap yang telah kamu tunjukkan kepadaku.

Kata mereka, aku lemah atas sikapmu yang tak baik dilakukan dan membiarkan semuanya terjadi. Tapi, aku tidak melihatnya, mungkin aku telah dikelilingi dengan segala pemikiran yang mungkin sedang dihadapimu. Aku berusaha untuk memahaminya dengan semua keterbatasanku. Ah sudahlah, aku salah dengan menyalahkan kamu atas semua ini. Mungkin aku yang terlalu egois untuk mengetahui semuanya.

Singkat memang semuanya, tapi begitu banyak hal yang membuatku tersenyum.
Diawali dengan hujan saat senja di bukit itu. Pemandangan hijau dari gunung-gunung, udara yang sejuk, kabut yang basah, pantai yang biru, waktu-waktu bersamamu lainnya yang menyenangkan. Begitu manis bukan? :)

Mungkin aku, ah terlalu banyak kata mungkin dipikiranku yang membuat sebuah rantai perkiraan yang bisa saja membuatku tidak bisa membedakan antara realita dan sandiwara khayalanku.

Malam semakin larut dan udara dingin memaksa masuk ke kereta itu. Kalau saja aku bisa membaca bahasa tubuh, mungkin genggaman tanganmu mempunyai arti "Maafkan aku", usapan tanganmu yang pertama di wajahku saat malam itu mempunyai arti "Baik-baik ya kamu, karena aku akan baik-baik saja. Aku udah jahat banget sama kamu, karena itu aku tidak perlu menjelaskan semuanya. Cukup kau yang marah denganku" dan usapan tanganmu yang kedua di wajahku mempunyai arti "Aku yang terlalu egois dengan keinginanku, dan kamu terlalu baik atas sikapku". Ah kalau saja aku bisa, tapi kalau aku bisa, apakah artinya akan sama dengan arti yang kupikirkan? Aku butuh kata-kata dari mulutmu.

Aku sandarkan kepalaku dipundakmu. Kau telah membiarkan aku larut dalam aroma tubuhmu dan membiarkan lelah kita saling bersandar. Apakah kau merindu yang sama? Apakah kita sama-sama sedang memutarkan film kenangan dalam pejaman mata?

Perjalanan malam di kereta itu tak akan aku lupakan, sampai tersampaikan jawaban atas semua pertanyaan yang belum terjawab. Ya bagiku belum terjawab. Semuanya.

No comments:

Post a Comment

Followers