Nampaknya agak menggelitik juga saat ada film pendek di tv tentang cerita muda mudi yang sedang suka satu sama lain. Well, untuk cerita seperti itu mungkin udah biasa, tapi yang nggak bikin biasa aja itu ada cerita tentang sepeda.
Selagi nonton, terlintas dengan cepatnya sebuah pertanyaan di kepala, "Jadi, mulai kapan ya gue suka sepeda kalo gitu?" Gila, Sama.
Ketidaksadaran memang selalu hadir belakangan. Tapi di sini tidak memunculkan sebuah penyesalan. Yang ada cuma kata terimakasih. Ya, terimakasih atas sosok kakak yang aku impikan. Terimakasih atas sosok teman yang aku harapkan. Terimakasih atas sosok yang nggak aku pernah bayangkan sebelumnya.
Senja hari itu sebagai penonton tanpa sorak-sorai yang menyambut kita di jalan Solo saat pertama kalinya aku beli sepeda. Langit sore rasanya telah akrab dengan bunyi bel sepedamu di bunderan UGM, kring kring. Dan langit sore tampak selalu tersenyum hangat dengan piluh kita yang telah hilang oleh sukacita.
Mungkin kita menjadi korban kesekian atas pertemuan pertama kalinya oleh Tugu Teknik. Bioskop yang menjadi tempat pertama dan terakhir kita nonton film bareng. Merah, hitam, dan putih sepertinya telah dihafal oleh lensa kameraku tentang warna kaosmu. Pun alunan musik jazz di setiap senin malam telah menjadi satu paket untuk sebuah hal yang mungkin membutuhkan waktu yang tidak sedikit untuk dilupakan begitu saja.
Ternyata tidak semua maksud dapat dilisankan. Seperti rasa terima kasihku atas semuanya. Atas sosok kakak yang selama ini aku rasakan sampai sekarang, walaupun tidak seperti itu yang sahabatku bilang.
Disebuah chatting,
"Sepedamu masih ada??"
"Masih kokk :)"
Sukses untuk masa depanmu mas ;)
"Sepedamu masih ada??"
"Masih kokk :)"
Sukses untuk masa depanmu mas ;)
Kring kring...
No comments:
Post a Comment